..:: Djakarta Info ::..: it's all about jakarta info

 
myprofile

Name: ojack_djakarta
Home: Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
About Me: A series that spawned a movie, Cowboy Bebop tells the tale of Spike Spiegel and his crew of future bounty hunters (Jet Black, Faye Valentine, Ed and Ein)
See my complete profile

advertising

previouspost
myarchives
mylinks
bloginfo




Enter your email address:

Delivered by FeedBurner


Powered by  MyPagerank.Net

hit counter

denero's diary
elo siapa ..???

Margahayu Land

« Home | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article » | Previous Article »

Google
Web Blog ini

Saturday, January 20, 2007

Mengangkat Tragedi Bom Bali

Film "Long Road To Heaven"

Industri film modern sepertinya sedang menyukai film yang menggunakan multi plot dalam ceritanya. Walaupun pakem filmmaking ini bukan lagi barang baru, namun menjadi tren tatkala film seperti "Crash" meraih anugerah oscar pada ajang Academy Award tahun lalu, dan "Babel" arahan Alejandro Gonzales Inarr itu menjadi film terbaik ajang Golden Globe Awards tahun ini.

Mengambil setting tragedi bom Bali pertama tahun 2002, film ini bercerita tentang fragmen-fragmen kisah yang berlangsung secara multilinier, sebelum, sesudah, dan saat terjadi tragedi yang nahas itu. Empat cerita yang berbeda dengan konflik berbeda, dipaparkan dengan alur timeline yang tidak beraturan.

Hannah Catrelle (Mirrah Foulkes), adalah seorang warga Amerika yang kebetulan menetap di Bali saat terjadinya ledakan. Melarikan diri dari tragedi WTC yang memakan korban orang disayanginya, dia menetap di Bali, tempat yang dianggap surga oleh pasangannya tersebut. Ironisnya, setelah setahun Hannah harus mendapati kalau Bali juga tidak aman dari ancaman teroris.

Begitu bom meledak di Sari Club, dia segera memutuskan untuk membantu para korban ledakan. Di tengah kericuhan, ia bertemu Haji Ismail (Joshua Pandelaki), pria Muslim yang telah lama menetap di Bali. Konflik karakter Hannah dalam memandang kejadian semacam ini, akhirnya berubah setelah mendapatkan perspektif baru dalam memandang Islam dari Haji Ismail. Dia juga belajar bagaimana prasangka buruk (prejudice) bisa memperkeruh kesalahpahaman.

Cerita lain mengisahkan seorang wartawati Australia, Liz Thompson (Raelee Hill) yang mendapat tugas meliput proses persidangan Amrozi. Di Bali, Liz ditemani Wayan (Alex Komang), pria Bali yang berprofesi sebagai sopir taksi, kebetulan punya kisah sendiri berkaitan dengan tragedi Oktober 2002 tersebut. Dari kacamata Wayan, Liz menemukan kenyataan bahwa cara masyarakat Bali menyikapi tragedi ini ternyata bertolak belakang dengan dugaannya. Pengalaman ini membuka matanya tentang filosofi kehidupan masyarakat Bali.

Dua kisah lainnya menceritakan bagaimana filmmaker memandang latar belakang terjadinya pemboman tersebut dari sudut pandang para teroris. Cerita pertama mengisahkan masalah-masalah yang melibatkan karakter para eksekutor, Amrozi, Ali Imron, Dul Matin, di bawah pimpinan Imam Samudra. Kisah satunya lagi bercerita tentang para mastermind aksi teror, yang dipimpin Hambali (Surya Saputra).

Dari dialog antara Hannah dengan Haji Ismail, didapat intisari cerita yang menjadi bagian terpenting dari film ini. There is no short cut to heaven, there is only a long road to heaven, kata Haji Ismail, menjelaskan tentang salah kaprah pemahaman Islam dari para teroris menurut pandangannya. Haji Ismail menganggap, para teroris salah mengartikan makna jihad dalam perjuangan Islam modern.

Secara artistik, film "Long Road to Heaven" melukiskan empat cerita yang berbeda dengan baik. Setiap cerita terasa memiliki auranya masing-masing. Tanpa menggunakan music score yang berlebihan, penggalan-penggalan cerita yang harus ditonton dengan alur yang melompat-lompat tidak terasa mengganggu, walaupun film ini sangat jauh dari menghibur. Pada beberapa bagian, jalannya cerita terasa berjalan terlalu lambat, membuat tontonan terasa menjenuhkan.

Melihat keseriusan penggarapannya yang sangat idealis, materi film yang nonkomersial, sudah pasti Kalyana Shira, rumah produksi milik Nia Dinata, memplot film ini untuk ajang kompetisi film di bawah sutradara Enison Sinaro.

Jika berharap menemukan aksi ledakan yang dahsyat dan intrik konspirasi ala Hollywood, maka film ini bukan tontonan semacam itu. Film ini mengisahkan tentang kemanusiaan, bagaimana manusia senantiasa mencari jalan yang terbaik baginya, dari bermacam sudut cara pandang. Enison sendiri mengklaim kalau film arahannya bukanlah film dokumenter, melainkan fiksi yang terinspirasi kisah nyata.

Labels:

posted by ojack_djakarta 1:43 PM  

 
0 Comments:

Post a Comment